Rabu, 04 November 2015

Hambatan dan Tantangan dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Indonesia






A.  Hambatan dan Tantangan dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Indonesia

1.             Perkembangan HAM di Indonesia
Pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, bangsa indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi belanda yang yang ingin merebut kembali kemerdekaan indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan indonesia diakui pada tahun 1949. Selanjutnya ,antara 1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan;upaya disentegrasi ddan liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan kelompoknya. Kondisi dan situasi demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah untuk memikirkan dan memberi perlindungan terhadap maslah hak-hak asai manusia.
Pada era orde lama (1955-1965),situasi negara indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut di tingkat elite pemerintahan sendiri. Situasi kacau dan persaingan di antara elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral dan seorang perwira tinggi pada 1 oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada masa ini persoalan hak sasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari harapan.
Era orde baru ( 1966-1998 ) dibawah kepemimpinan jendral soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh terhdap penyimpangan pancasila dan uud 1945, juga tidak menunjukan perkembangan yang berarti. Walaupun menytakan dirisebgai orde kontitusional dan pembangunan, rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan melakukan pelanggaran HAM atas nama pembangunan. Begitu pula rancangan piagam hak-hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara yang disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhir nya kekuasaaan orde baru (1998).
Tetapi, patut dicatat bahwa era keterpurukan dan meluasnya opini internasional tentang pentingnya mengembangkan demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah memberi tekanan terhadap pemerintahan orde baru (soeharto) untuk melakukan beberapa perubahan. Pemebentukan komisi nasional hak asasi manusia ( komnas ham ) adalah contohnya. Meski demikian, dalam sejarah panjang kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik penyalahgunaan kekuasaan politik dan kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan penghilangan paksa terhadap aktivis pro-demokrasi.
Pasca-pemerintahan orde baru ( era reformasi ), era ketika persoalan demokratisasi dan hak sasi manusia menjadi topik utama,banyak produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia yang dikeluarkan , diantaranmya:
a.       Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
b.      UU No.5 Tahun 1998 tentang pengesahan convention against torture and other cruel, inhuman or degrading treatement or punishment ( konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tiidak manusiawi, atau merendahkab martabat manusia).
c.       Kepres No.181 Tahun 1998 tentang komisi nasional antikekerasan terhadap perempuan.
d.      Kepres No.129. Tahun Tentang rencana aksi nasional hak-hak asasi manusia indonesia.
e.       Inpres No.26 Tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam semua perumusan dan penyelesnggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
f.       UU No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
g.      UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.
h.      Amandemen kedua UUD 1945( 2000) Bab X A Pasal 28A-28J mengatur secra eksplisit pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Walaupun telah terdapat berbagai produk peraturan perundangan yang secara terang mengatur perlindungan terhadap HAM , tetapi hingga akhir tahun 2003 yayasan lembaga bantuan hukum indonesia ( YLBHI ) menilai bahwa upaya penegakan HAM di indonesia belum ada perubahan .
Kendati demikian , di era reformasi dapat kita catat bahwa pemerintahan dan lembaga legislatif telah bekerja sama menyusun perangkat perundangan yang menunjukan upaya nyata untuk mengedepankan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Tetapi, kondusifnya iklim demokratisasi saat ini bukan berarti upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia tidak mengalami hambatan sama sekali. Kita dapat mencermati bahwa di lingkungan sosial kita terdapat beberapa hambatan baik yang bersifat struktural ( berkenan dengan kakuasaan negara) maupun bersifat kultural ( berkenan dengan budaya masyarakat ). Walaupun demikian hambatan tersebt sepatutnya tidak membuat semangat kita utnuk menegakan hak asasi manusia menjadi surut.

2.             Hambatan Penegak HAM
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di indonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebgai berikut:
a.         Faktor kondisi sosial-budaya
1)      Strafikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan , usia, pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakt indonesia yang multikompleks ( heterogen).
2)      Norma adat atau budaya lokal kadang bertentngan dengan HAM , terutama jika sudah  bersinggungan dengan kedudukan seseorang , upacara-upacara sakaral, pergaulan, dan sebagainya.
3)      Masih adanya konflik horizontal dikalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
b.         Faktor komunikasi dan informasi
1)      Letak geografis indonesia yang luas dengan laut,sungai, dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah
2)      Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh wilayah indonesia.
3)      Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sanagata terbatas baik sumberdaya manusianya maupun perangkat ( software dan hardware) yang diperlukan .
c.         Faktor kebijakan pemerintah
1)      Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi manusia.
2)      Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional,persoalan hak asasi manusia sering diabaikan.
3)      Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering di artikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
d.        Faktor perangkat perundangan
1)      Pemerintah tidak segera meratifikasi hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
2)      Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk di implementasikan.
e.         Faktor aparat dan penindakannya ( law enforcement)
1)      Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2)      Tingakat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
3)      Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN( korupsi, kolusi, dan nepotisme).


3.             Tantangan Penegakan HAM
Tantangan penegakan hak asasi manusia di indonesia untuk masa-masa yang akan datang telah digagasi oleh pemerintah indonesia ( presiden soeharto) pada saat akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam konferensi dunia ke-2 ( juni 1992) dengan judul ‘deklarasi indonesia tentang hak asasi manusia’.  Dalam pidato itu ditandaskan prisnsip,yaitu:
a.       Prinsip universalitas,yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat fundamnetal dan memiliki keberlakuan universal,karena jelas tercantum dalam piagam dan deklarasi PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
b.      Prinsip pembangunan nasional , yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan meningkatan demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
c.       Prinsip kesatuan hak-hak asasi manusia ( prinsip indivisibility ), yaitu berbagai jenis atau kategori hak-hak asasi manusia, yang meliputi hak-hak sipil dan politik disatu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial dan kultural dilain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan dan hak-hak asasi manusia mayarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
d.      Prinsip objektivitas atau non-selektivitas, yaitu penolakan terhadap pendekatan atau penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya menonjolkan salah satu jenis hak asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia lainnya.
e.       Prinsip keseimbangan , yaitu keseimbangan dan keselarasan antara hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kodrat manusia sebgai makhluk individual dan makhluk sosial sekaligus.
f.       Prinsip kompetensi nasional, yaitu bahwa penerpan dan perlindungan hak-hak asasi manusia merupakan kompetensi dan tanggung jawab nasional.
g.      Prinsip negara hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap hak asasi manusai dalam suatu negra di tuangkan dalam aturan-aturan hukum, baik hukm tertulis maupun hukum tidak tertulis.


4.      Rencana Aksi Nasional HAM indonesia (2004-2009)
Pemerintah indonesia yang sejak proklamasi kemerdekaan 1945 sangat peduli terhadap upaya-upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia sudah banyak mengambil langkah-langkah penting. Sejak amandem UUD 1945 dimana masalah hak asasi manusia telah memperoleh porsi yang memadai, terus di upayakan dibuatnya berbagai penanda tanganan / rafitikasi konvensi dan peraturan perundangan tentang HAM.
Sejak ditetapkannya undang-undang Nomor 39. Tahun 1999 tentang hak asasi manusia  dan undang-undang nomor 23 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia, pemerintah dengan kesungguhan hati mengeluarkan keputusan presiden nomor 129 tahun 1998 tentang rencana aksi nasional hak-hak asasi manusia indonesia yang kemudian diubah dengan keputusan presiden nomor 61 tahun 2003.
Rencana aksi nasional hak-hak asasi manusia indonesia ( rahman ) merupakan upaya nyata pemerintah indonesia untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia di indonesia dengan mempertimbangkan nila-nilai agama, adat istiadat, dan budaya bangsa indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia. Rahman dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dalam suatu program 5 ( lima ) tahunan yang dipimpin langsung oleh presiden.
Rencana aksi nasional hak-hak asasi manusia indonesia tahu 2004-2009, akan mengacu pada 6 ( enam ) program utama, yaitu:
a.       Pembentukan dan penguatan institusi pelaksanaan rahman
b.      Persipan ratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional
c.       Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan
d.      Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia
e.       Penerapan norma dan standar hak asasi manusia , dan
f.       Pemantauan , evaluasi , dan pelaporan.

B.   Instrumen Hukum dan Peradilan Internasional HAM

1.        Instrumen Hukum Internasional HAM
Perhatian dunia internasional terhadap hak asasi manusia tampak meningkat setelah perang dunia II (1939-1945). Besarnya jumlah korban diberbagai belahan dunia melahirkan keprihatinan yang mendalam terhadap peristiwa penistaan terhadap nilai kemanusiaan dalam perang besar itu. Keprihatinan tersebut kemudian mendorong kesadaran umat manusia untuk mengedepankan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Selanjutnya, tonggak sejarah bagi diakuinya prinsip-prinsip kebebasan sipil dan hak asasi dalam konteks internasional tampaknya nyata saat dibentuk perserikatan bangsa-bangsa yang kemudian melahirkan deklarasi universitas hak asasi manusia ( universal declaration of human rights) tahun 1948.
Tetapi, patut diperhatikan bahwa terdapat reaksi keras dari dunia internasional terhadap tindakan kekejaman dibeberapa  negara pada masa 1990-an , terutama di rwanda, bekas yugoslavia, afganistan, dan irak. Hal ini mendorong dibentuknya pengadilan internasional yang hendak mengadili persoalan kejahatan kemanusiaan selama masa perang dinegra tersebut. Sebuah lembaga bernama international criminal court mulai bekerja pada tahun 2002 untuk mengadili kejahatan perang, pembersihan etnik ( genosida), kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi.
Sejarah mencatat bahwa dari masa ke masa , terdapat berbagai kejahatan kemanusiaan yang membawa banyak korban manusia, baik yang  meninggal maupun yang di lukai hak-hak dasar sebgai manusia.

2.        Peradilan Internasional HAM
Sebagai suatu nilai yang diakui secara universal, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia merupakan tanggung jawab bersama yang bersifat lintas negara. Artinya persoalan hak asasi manusia tidak hanya merupakan persoalan suatu negara secara tersendiri, melainkan menjadi persoalan bersama yang mendapat perharian internasional. Oleh karena itu pelaku kejahatan kemanusiaan tidak dapat berdalih bahwa karena di adalah warga negara tertentu dan melakukan kejahatan diwilayah negranya sendiri, dunia internasional tidak berhak menuntutnya.
Banyak kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM dilakukan oleh rezim otoriter disebuah negara. Biasanya pemerintah ototriter tidak hanya menguasai lembaga. Karena itu, seorang penguasa yang otoriter biasanya dapat melakukan kejahatan kemanusiaan dengan leluasa tanpa tersentuh oleh lembaga peradilan. Sementara, lembaga negara lainnya dan juga masyarakat tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaannya.
Untuk itu dibutuhkan sebuah lembaga peradilan yang bersifat internasional dan memiliki  yurisdiksi atas wilayah negara-negara secara internasional. Sebuah lembaga yang memiliki kekuasaaan untuk mengadili dan menghukum para penjahat kemanusiaan.dalam rangka menyelesaikan masalah pelanggaran HAM ini pula, PBB membentuk komisi PBB untuk hak asasi manusia ( the united nations commission on human rights ). Komisi ini awalna terdiri dari 18 negara anggota, kemudian berkembang menjadi 43 orang anggota. Negara indonesia diterima komisi ini sejak tahun 1991.
Cara kerja komisi PBB untuk hak asasi manusia untuk sampai pada proses peradilan HAM inteernasional adalah sebagai berikut:
a.       Melakukan pengkajian ( studies) terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, baik dalam suatu negara tertentu maupun global. Terhadap kasus-kasus pelanggaran yang terjadi , kegiatan komisi terbtas pada himbauan serta persuasi . kekuatan himbauan dan persuasi terlatak pada tekanan opini dunia iternasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
b.      Seluruh temuan komisi ini dibuat dalam year book of human rights yang disampaikan kepada sidang umum perserikatan bangsa-bangsa.
c.       Setiap warga negara dan / atau negara anggota PBB berhak mengadukan kepada komisi ini. Untuk warga negara perseorangan di persyaratkan agar terlebih dahulu ditempuh secra musyawarah di negara asalnya, sebelum pengaduan dibahas.
d.      Mahkamah internasional sesuai dengan tugasnya, segera menindaklanjuti baik pengaduan oleh anggota maupun warga negara anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk diadakan pendidikan, penahanan, dan proses peradilan.


Beberapa contoh pelaksanaan pengadilan internasional yang memproses dan mengadili pelanggaran haka sasi manusia adalah sebagai berikut:
a.       Tahun 1987, klaus barbie ( mantan komandan polisi rahasia gestapo nazi jerman ) dijatuhi hukuman seumur hidup. Ia dinyatakan bersalah karena mengrimkan ke kamp konsentrasi dan menyiksa 842 orang yahudi dan partisan perancis, sehingga 343 di antaranya tewas, termasuk 52 anak. Cara penyiksaan emliputi mengguyur dengan air panas dan amoniak serta mengulitinya hidup-hidup.
b.      November 1991, tim komisi ham PBB yang diketuai prof.pieter koymaans berkunjung ke indonesia untuk bertemu dengan menlu alatas, mendagri rudini, dan lain-lain. Mereka mengunjungi timor-timur untuk mengamati pelanggaran hak asasi manusia seperti; penyiksaan, eksekusi diluar pengadilan, dan pembatasan hak ber agama yang dilaporkan oleh LSM dalam dan luar negeri.
c.       Februari 1993, dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi  808 yang menetapkan pembentukan pengadilan internasional untuk mengadili para penjahat perang dan pelanggaran hak asasi manusia di bekas negara yugoslavia. Etnis serbia yang mendominasi yugoslovia pada saaat itu melakukan pembunuhan massal ( etnic cleansing) terhadap orang-orang kroasia dan bosnia-herzegovina yang hendak memisahakan diri dari yugoslovia. Pemimpin serbia yang di anggap paling bertanggung jawab adalah slobodan milosevic dan ratko mladic.
d.      Maret 1993, komisi kebenaran ham PBB di new york mempublikasikan sebuah laporan yang menyatakan bahwa militer EI salvador bertanggung jawab atas.sebagian besar pelanggaran hak – hak azasi manusia selama perang saudara yang sudah berlangsung selama 12 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar